Iklan

Jumat, 01 Maret 2019

PERKEMBANGAN KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA











OLEH
TARWIN
D1B512 001


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSTAS HALU OLEO


























BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Kerusakan hutan yang meliputi : kebakaran hutan, penebangan liar dan lainnya merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asap dari kebakaran hutan mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara.
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan liar telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.
Makalah ini merupakan pendapat dari berbagai pengetahuan tentang hutan, kebakaran hutan dan penebangan liar serta  penanggulangannya yang dikumpulkan dari berbagai sumber dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pembaca, pengambil kebijakan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi para pencinta lingkungan dan kehutanan.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia?
2.      Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya deforestasi hutan di Indonesia?
3.      Bagaimana solusi untuk mencegah terjadinya kerusakan yang ada hutan di Indonesia?
C.  Tujuan
1.         Untuk mengetahui perkembangan kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia.
2.         Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya deforestasi hutan di Indonesia.
3.         Untuk mengetahui solusi pencegahan terjadinya kerusakan yang ada hutan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Perkembangan Kerusakan Hutan di Indonesia
Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradai hutan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut.
Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar nabati atau biofuel. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut, menyebabkan emisi karbon yang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan waktu ratusan tahun untuk proses pemulihan seperti sedia kala. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah.
Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun.
Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam, 2003).
B.  Faktor-Faktor penyebab terjadinya kerusakan hutana di Indonesia
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
  1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
  2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
  3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.
            Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
            Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
            Sedangkan penebangan liar merupakan suatu kondisi yang sudah tidak asing lagi banyak masyarakat yang tinggal di daerah dekat pegunungan memanfaatkan hutan untuk diambil kayunya,tetapi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan Akibat Penebangan Hutan, 2.100 Mata Air Mengering Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal 900 mata air, padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
            Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, Akan tetapi akibat berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk, perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin berat. Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya. Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
C.  Solusi untuk mengatasi deforestasi yang terjadi di Indonesia
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya dan juga penebangan liar yang terjadi di indonesia ini sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain :
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan.
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan.
(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Upaya pencegahan agar tidak terjadi penebangan liar diantaranya :
  1. Hutan kita yang belum ada penjaga hutan harus diadakannya penjagaan agar tidak terjadi pencurian.
  2. Diberikan larangan supaya para penebang liar tidak melakukan pencurian
  3. Diberikan sanksi barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan sengaja.
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain :
(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan an juga penjagaan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar.


III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
2. Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas
4. Akibat penebangan hutan,2100 mata air mengering dan akibat dari penebangan juga mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
B. Saran
Bagi para pembaca makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka kehidupan manusia akan berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu menjaga kelestarian hutan jangan lah dianggap mudah.
            Dan bagi para pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-baiknya dan juga tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau merusaknya, cegah agar tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.


Minggu, 27 Desember 2015

PERKEMBANGAN KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN KERUSAKAN HUTAN DI INDONESIA











OLEH
TARWIN
D1B512 001


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSTAS HALU OLEO


























BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Kerusakan hutan yang meliputi : kebakaran hutan, penebangan liar dan lainnya merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asap dari kebakaran hutan mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara.
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan liar telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.
Makalah ini merupakan pendapat dari berbagai pengetahuan tentang hutan, kebakaran hutan dan penebangan liar serta  penanggulangannya yang dikumpulkan dari berbagai sumber dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pembaca, pengambil kebijakan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi para pencinta lingkungan dan kehutanan.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia?
2.      Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya deforestasi hutan di Indonesia?
3.      Bagaimana solusi untuk mencegah terjadinya kerusakan yang ada hutan di Indonesia?
C.  Tujuan
1.         Untuk mengetahui perkembangan kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia.
2.         Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya deforestasi hutan di Indonesia.
3.         Untuk mengetahui solusi pencegahan terjadinya kerusakan yang ada hutan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Perkembangan Kerusakan Hutan di Indonesia
Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradai hutan ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan, transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologis di areal tersebut.
Hasil Penelitian terakhir dari CIFOR mengungkapkan beberapa dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan untuk produksi bahan bakar nabati atau biofuel. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut, menyebabkan emisi karbon yang dihasilkan dari konversi lahan memerlukan waktu ratusan tahun untuk proses pemulihan seperti sedia kala. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah.
Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atau illegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun.
Beberapa tahun terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian rekor tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 yang telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera, Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar, 400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun luas areal yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu hektar sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi Alam, 2003).
B.  Faktor-Faktor penyebab terjadinya kerusakan hutana di Indonesia
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
  1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
  2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
  3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.
            Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
            Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
            Sedangkan penebangan liar merupakan suatu kondisi yang sudah tidak asing lagi banyak masyarakat yang tinggal di daerah dekat pegunungan memanfaatkan hutan untuk diambil kayunya,tetapi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan Akibat Penebangan Hutan, 2.100 Mata Air Mengering Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal 900 mata air, padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
            Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, Akan tetapi akibat berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk, perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin berat. Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya. Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
C.  Solusi untuk mengatasi deforestasi yang terjadi di Indonesia
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya dan juga penebangan liar yang terjadi di indonesia ini sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain :
(a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI;
(b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
(c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan.
(d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
(e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan.
(f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
(g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Upaya pencegahan agar tidak terjadi penebangan liar diantaranya :
  1. Hutan kita yang belum ada penjaga hutan harus diadakannya penjagaan agar tidak terjadi pencurian.
  2. Diberikan larangan supaya para penebang liar tidak melakukan pencurian
  3. Diberikan sanksi barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan sengaja.
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain :
(a) Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan an juga penjagaan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
(b) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
(d) Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar.


III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
2. Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara tegas
4. Akibat penebangan hutan,2100 mata air mengering dan akibat dari penebangan juga mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
B. Saran
Bagi para pembaca makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka kehidupan manusia akan berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu menjaga kelestarian hutan jangan lah dianggap mudah.
            Dan bagi para pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-baiknya dan juga tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau merusaknya, cegah agar tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.


Minggu, 21 September 2014

Semangat Perjuangan

ENERGI SATU TITIK
                Sebagian besar orang “asyik” dengan sejumlah hal yang tidak berhubungan engan misi penciptaanya. Mereka belum bersyukur atas jalan Allah sehingga aktivitasnya sambil lalu saja. Apa yang  bisa diharapkan dari sebuah pekerjaan sambil lalu? Padahal, Allah telah berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang mendapat nasib dari apa ynagtelah mereka usahakan; dan Allah cepat perhitingan-Nya” (QS. Al Baqarah [2]:202)
          Quraish Shahib (2006) mengatakan, bila “mereka” adalah siapa pun, maka “yang telah mereka usahakan” adalah usaha-usaha terbaik untuk meraih apa yang diinginkan bukan sekedar ketulusan berdoa tetapi juga kesungguhan usaha. Pertolongan Allah dating setelah usaha maksimal. Itulah kondisi ketika semua aya pikir dan gerak dikosentrasikan pada satu titik pekerjaan yang sedang kita hadapi. Allah memerintahkan manusia untuk bersungguh-sungguh dalam berkarya. (QS. Asy-Syarh [94]:7-8)”.

TANGGUNG JAWAB DAN AMANAH
          Mario Teguh pernah bertutur: Tidak semua yang kita inginkan bisa menjadi kenyataan. Berfokuslah pada satu pencapaian yang memungkinkan kita mendapatkan semua yang ita inginkan. Fokuskan semua yang terbaik untuk mencapai yang terbaik.
          Hal itu menegaskan pentingnya memusatukan seluruh energi, waktu, tenaga, dan doauntuk satu sasaran utama. Keberhasilan di sstu bidang akan member kesempatan mendapatkan “bonus” kewenangan, tanggung jawab, dan amanh lebih besar lagi. Habibie, misalnya. Fokus pengebangan teknologi pengembangan pesawat terbang telah memberinya kesempatan menjadi menristek, wakil presiden, dan presiden RI. Sangat boleh jadi, dua terakhir adalah “bonus” atas track record-nya. Keberjenjangan tanggung jawab akan berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan yang diperoleh setiap pribadi. Tantangannya adalah kisah sukses seperti apa yang memungkinkan kita dapat tampil sebagai pribadi yang pantas menerima esklasi tanggung jawab dan amanah?
MORFOLOGI FOKUS
          If you want to get manything finally you get nothing!  Begitu sejumlah motivator  menasehati kita. Kita tidk mungkin jago dalam segala bidang. Bacalah biografi orang sukses, pasti mereka sukses karena focus. Kalau pun mereka sukses disegala bidang, pasti di awalnya mereka focus pada satu bidang.
          Mari kita ingat ketika di bangku sekolah dulu. Diajak sepak bola, ayo. Bola basket, bisa. Bulu tangkis, berangkat. Ping-pong, OK. Tetapi, mana yang akhirnya benar-benar kita kuasai? Berani jamin, bila tidak pilih satu, kemampuan kita pasti hanya rata-rata saja. Betul, kan?
          Kita umunya tergoda untuk menjadi generalis meski  dengan pemahaman minimalis. Padahal, berfokus adalah melipatgandakan kekuatan satu potensi pada atu titik. Orang yang focus adalah mereka yang tidak lagi tergoda untuk memikirkan melakukan banyak hal yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan hidupnya. Dia sadar, semakin banyak yang dipikirkan dan dikerjakan pada satu waktu, dia tidak akan berhasil maksimal. Masih ingat Ibnu Hajar Asqalani.? I’tibarnya pada fenomena batu besar berlubang  karena tertetesi air telah mendorongnya berfokus. Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al  Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, dan Inbaul Ghumr bin Anbail Umr pun akhirnya lahir dari ulama Asqalan ini.

FOKUS PADA KEKUATAN     
          You  must invest most of your time every do what yau do best , and let others do what thay best,”  tulis  Canfield, Hansen dan Hewitt (The Power of Focus, 2006). Kita kejakan yang kita kuasai dan biarkan orang lain melakukan yang mereka kuasai.
          Namun, tidak sedikityang sibuk dengan kelemahannya (bahkan kelemahan orang lain?). Padahal Lucio A Noto mengingatkan, bila ingin sukses, seorang harus memfokuskan semua energy, waktu, dan sumber daya pada kekuatan bukan pada sesuatu yang kurang dikuasai.
          Sayangnya, tidak sedikit diantara kita yang masih terbebani kelemahan diri. Meski buakn kesalahan fatal, tetapi setidaknya menimbulkan sejumlah hal. Pertama, kita jadi kurang yakin dengan keunggulan. Kedua, kekurangyakinan pada kekuatan akan mempengaruhi penilaian orang terhadap konsep diri kita. Ketiga, keunggulan kita terlambat dikembangkan.
          Sahabat yang dirahmati Allah, betapa dahsyatnya sebuah focus. Motivasi, semangat, dan impianpun menemukan makna ketika berkolaborasi sepenuhnya dengan kesadaran satu titik dalam baju kedisiplinan, kesungguhan, dan kegigihan. Siapa pun yang hari ini belum menemukan focus hidupnya, sangat boleh jadi dia akan kehilangan masa-masa keemasan dalam singkatnya waktu.
Wa Allah A’lam bish-shawab